Join and earn money by advertising in Kumpulblogger.com

Rame-rame Cari Jodoh Saat Ramadhan

Jumat, 20 Agustus 2010


profil wanita Kalsel pengumuman-cpnsBila Ramadhan tiba, di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, banyak kaum perempuan termasuk anak gadis yang kesulitan bangun pagi, akibat begadang semalam suntuk.
Rutinitas bergadang dilakukan oleh mereka yang membuka warung malam saat Ramadhan, hingga harus tahan melek menjaga warung dan menemani pelanggan sejak sehabis Sholat Magrib sampai pukul 03.00 dini hari.
Bahkan tak jarang, di antara mereka ada yang begadang hingga waktu Imsyak tiba. Tak jarang pula, mereka mesti terkantuk-kantuk menemani pelanggan yang singgah.
Setiap Ramadhan tiba, di seluruh pelosok HST dan kabupaten lain di wilayah Banua Anam, akan bermunculan warung-warung malam bak cendawan di musim hujan. Bila tidak Ramadhan saja jumlahnya bisa ratusan, maka di bulan Ramadhan ini jumlahnya akan bertambah berlipat-lipat, hingga ribuan.
Bagaimana tidak, di sebuah desa saja bisa terdapat puluhan warung malam dadakan yang hanya buka di saat Ramadhan. Jarak antara satu warung dengan warung lainnya, terkadang tidak sampai sepuluh meter dengan penjaganya yang rata-rata para gadis berusia belasan.
Pekerjaan sebagai penjaga warung malam biasanya dilakoni para gadis itu hanya saat Ramadhan tiba. Sebelum dan sesudah Ramadhan, mereka adalah gadis kampung biasa yang bersahaja.
Bila ia seorang pelajar, tentu akan kembali bersekolah dan bila bukan pelajar maka akan kembali disibukkan dengan aktivitas membantu orang tua, apakah itu bertani maupun menyadap karet.
Kembali beraktivitas membantu orang tua, dilakukan oleh mereka yang boleh jadi kurang beruntung. Sedang mereka yang beruntung, sehabis Lebaran Idul Fitri akan menanggalkan kegadisannya dan menyandang gelar baru sebagai nyonya.
Saat menjaga warung, para gadis itu biasanya berdandan semanis dan semenarik mungkin, dengan taburan bedak dan kerlingan yang mempesona.
Banyak di antara mereka memang betul-betul manis dan mempesona sehingga warung kecil yang berukuran 3 x 2 meter itu akan dipenuhi pelanggan.
Pelanggan yang datang rata-rata anak muda, meski tak jarang lelaki dewasa ikut pula berkunjung walau hanya sekedar menikmati kopi manis dan penganan yang tersedia serta tentu saja kerlingan manja sang penjaga warung.
Tak mau kalah dengan penjaga warung, pelanggan yang datang juga berusaha berpenampilan semenarik mungkin. Tak jarang, mobil orang tua atau hasil pinjaman dibawa untuk sekedar menarik simpati sang penjaga warung yang terkadang memang betul-betul cantik dan menggoda itu.
Para penjaga warung tak semua gadis berusia belasan. Beberapa di antara mereka banyak juga yang berumur di atas 20 tahun dan berstatus janda, entah sudah memiliki anak maupun tanpa anak. Namun yang pasti, mereka rata-rata adalah janda kembang di kampungnya.
Dahulu, warung malam yang merebak di saat Ramadhan disebut masyarakat setempat dengan istilah warung `pancuk` (pancuk artinya kurang lebih sama dengan rujak, jadi warung pancuk adalah tempat menjual rujak).
Tempat berjualan `pancuk` yang terdiri dari beragam buah-buahan itu, biasanya tidak berupa warung permanen, tapi hanya berupa meja besar yang diletakkan di teras atau halaman rumah.
Meski begitu, jumlah pengunjung yang datang sangat banyak hingga memenuhi warung kecil dan teras. Bahkan, banyak di antara pengunjung yang rela duduk `bacungkung` (duduk-duduk saja) di bawah pepohonan di antara gelapnya malam, menunggu giliran bangku yang ada kosong.
Seiring dengan perjalanan zaman, warung `pancuk` mulai mengalami pergeseran. `Pancuk` yang dijual mulai beralih ke makanan instan seperti mie instant, kacang goreng, kerupuk, `snack` dan makanan ringan lainnya.
Meski begitu, tak mengurangi animo pengunjung untuk datang karena alasan sebenarnya adalah untuk memandang sang penjaga warung yang memiliki senyum manis nan menggoda itu.
Bila beruntung, bisa sesekali mencolek atau sekedar bersentuhan tangan dan yang pasti, perbincangan akan terasa menyenangkan hingga tak terasa waktu sahur pun tiba.
Ada fenomena menarik di balik keumunculan warung malam yang merebak di bulan Ramadhan itu. Sebagian besar dari penjaganya bukan hanya sekedar mencari uang untuk berlebaran saja, melainkan juga untuk `badadai` (mejeng) dan berharap mendapatkan jodoh.
Setali tiga uang, para pengunjung yang datang pun bermaksud sama yaitu agar bisa `bagandakan` (berpacaran) dengan sang penjaga warung.
Sepertinya, menjadi sebuah prestise dan kebanggaan tersendiri bila bisa merebut hati sang gadis dan tampil sebagai pemenang, di antara sekian banyak pengunjung yang datang.
“Seusai Ramadhan, warung ini akan dibongkar,” ujar Siti, seorang penjaga warung di Desa Awang Kecamatan Barabai, sembari mengerling dan tersenyum dengan teramat manis.
Karuan saja, pengunjung yang merasa beruntung dikerling olehnya, mukanya memerah dan tersipu malu, karena mungkin saja merasa telah mendapatkan simpati sang gadis.
“Setelah itu dibangun lagi, tapi bukan warung, melainkan tenda perkawinan,” ujar seorang pengunjung menimpali.
Menurut pengakuan Siti, saat bulan Ramadhan akan banyak sekali lelaki yang datang. Mereka datang ke warung itu, bukan hanya sekedar mencicipi kue dan teh manis buatan sang gadis, tetapi secara diam-diam berkompetisi mencoba merebut hati si penjaga warung.
Ketika merasa cocok, bisa saja mereka `bagandakan` dan bila sudah begitu, sang pacar tidak akan pernah absen untuk berkunjung ke warung setiap malam.
Mungkin karena tujuan sebenarnya adalah berbincang dan pendekatan, maka biasanya harga makanan di warung itu pun tidak jelas. Seringkali sang penjaga warung dengan seenaknya menyebut harga tanpa menghitung dengan pasti.
Bagi pengunjung yang diberitahu harga makanan, berapa pun itu, tidak bisa untuk sekedar protes karena bagaimanapun juga di sana harga diri menjadi taruhannya. Akan menjadi malu besar bila ternyata tak sanggup membayar.
Karena itu, untuk singgah di sebuah warung malam minimal harus memiliki uang Rp50 ribu di dalam dompet. Kurang dari itu, sebaiknya duduk-duduk saja di bawah pohon dan menikmati kecantikan gadis penjaga warung dari keremangan malam.
Sayangnya, keramaian warung malam kadang tercoreng ulah para pemuda yang suka membuat onar. Mungkin maksudnya untuk menutupi kekurangan mereka yang tidak berani bersaing atau entah apa, nyatanya ada saja pemuda yang mabuk-mabukan.
Biasanya, mereka teler karena mengonsumsi alkohol Cap Gajah (biasa disebut dengan istilah manyumbalih gajah), yang dicampur dengan minuman energi.
Bila sudah begitu, persaingan tak lagi sehat dan tak jarang keributan terjadi. Kondisi itu terkadang membuat bertandang ke warung malam terasa riskan, terutama bagi mereka yang bernyali kecil dan tak siap untuk bersaing.
Setiap Ramadhan, kepolisian setempat gencar melakukan razia di warung-warung malam. Namun demikian, ada saja dari pengunjung yang tertangkap.
Entah karena tidak memiliki KTP, sedang mabuk, memiliki senjata tajam maupun kendaraan tanpa surat menyurat.
Pesona gadis penjaga warung malam memang tak terelakkan. Meski tak mengantongi KTP, banyak pemuda yang tetap nekat bertandang.
Padahal bila dipikir-pikir, seandainya mereka menang dalam pertarungan memperebutkan simpati sang gadis penjaga warung, tentu mereka harus membikin KTP juga bila hendak kawin nantinya.(*rmd/a/z) Sumber

0 komentar:

Follow Me

Blog Archive

Online

Directory

The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di Dadaku Text Back Links Exchange Free Automatic Link Free Automatic Backlink http://Link-exchange.comxa.com Powered by Mysiterank

  © Web Design By Septiyans   © Blogger template Writer's Blog by Ourblogtemplates.com 2008   ©The Javanese   ©Doea Enam

Back to TOP