Join and earn money by advertising in Kumpulblogger.com

Legenda Batu Puteri Menangis

Selasa, 11 Mei 2010

Ketika Putri dan setengah jam kemudian adiknya Wulan terlahir ke dunia, alam sudah memberi pertanda. Putri lahir ditengah - tengah cuaca yang tiba-tiba memburuk menakutkan, sementara begitu Wulan menyusul dilahirkan cuaca tahu-tahu berubah membaik, menyenangkan. Nyatalah kemudian si bungsu Wulan berakhlak lembut, sabar dan pengasih. Sedangkan si sulung Putri berwatak dan berperilaku mencemaskan. Sehingga kedua orangtua mereka, Awang dan Sari akhirnya sepakat menyekolahkan Putri ke sebuah pesantren dengan harapan memperbaiki akhlak si anak sulung tercinta.

Namun harapan Awang dan Sari tetaplah tinggal harapan. Perilaku buruk Putri terus berlanjut di pesantren tanpa pemilik maupun pengasuh pesantren mampu mengatasi. Puncaknya adalah saat Awang datang berkunjung untuk melihat perkembangan sambil melepas rindu ingin bertemu dengan anak tercinta. Karena sebuah keteledoran kecil yang dilakukan oleh Putri, gudang tempat dimana Putri tidur bermalas-malasan tahu-tahu terbakar hebat. Putri sempat diselamatkan oleh sang ayah yang berjibaku menolong putrinya tercinta. Tetapi dengan akibat menyedihkan, Awang jatuh sebagai korban dan harus mengalami cacat fisik permanen di sepanjang sisa hidupnya.

Ketakutan atas apa yang sudah diperbuat, Putri melarikan diri dari pesantren dan justru terjebak dalam perangkap Julig, seorang dukun yang kebetulan sedang mencari bocah yang kepalanya diperlukan sebagai tumbal pembangunan sebuah resort tepi pantai yang akan dikelola oleh seorang konglomerat bernama Darwin. Beruntung sepasang suami isteri jin penghuni hutan tepi pantai, yakni Ranggada dan Sugari muncul menggagalkan maksud jahat dan sekaligus membuat Julig dan Darwin mati terbunuh.

Sementara Awang dan Sari dari waktu ke waktu dibuat frustasi dan menghabiskan banyak biaya untuk mencari keberadaan putri sulung mereka. Putri justru hidup bersenang-senang di istana jin Ranggada dan Sugari dengan tugas sebagai pendamping anak tunggal mereka bernama Elok. Tetapi dasar akhlak buruk sudah mendarah daging dalam tubuh maupun jiwa Putri, bagaimana pun dimanjakan dan disenangkan oleh kedua orangtua angkatnya, Putri tetap bersikap dan berperilaku buruk menjengkelkan. Sehingga suami isteri jin Ranggada dan Sugari akhirnya hilang sabar
juga, lantas mengusir Putri keluar dari istana jin.

Setelah sempat terlunta-lunta menyedihkan dan nyaris diperkosa pemuda bergajulan, akhirnya Putri dipertemukan juga dengan Awang dan Sari serta adiknya Wulan. Pertemuan yang sangat mengharukan setelah lebih dari 10 tahun berpisah.

Namun keharuan itu hanya berlangsung sekejap. Terbiasa hidup senang dan manja di istana jin, Putri tetap saja hidup berfoya-foya menghabiskan harta kedua orangtuanya yang sudah terancam bangkrut. Tidak itu saja selain memperlakukan ibu dan adiknya Wulan tak ubahnya seperti pembantu rumah tangganya, Putri selalu melecehkan ayahnya yang cacat sebagai manusia tak berguna. Bahkan kemudian karena tak bisa mengendalikan amarah ketika Awang membela Wulan yang nyaris dicelakakan Putri, si anak sulung yang tidak tahu diri justru berbalik mencelakakan sang ayah yang membuat Awang mati seketika. Tanpa Putri menyesal sedikitpun juga.

Dan terjadilah apa yang seharusnya terjadi. Ditengah kekacauan hidup dan ekonomi keluarga yang semakin morat marit. Putri yang kelakuannya tidak juga berubah akhirnya membuat sang ibu hilang sabar. Jauh lebih parah dari hilang sabarnya suami isteri jin Ranggada dan Sugari. Tanpa sadar sang ibu mengucapkan sumpah atau kutuk yang membuat Putri langsung menjadi sebuah patung batu. Patung yang terus mengucurkan air-air bening dari sepasang mata batunya. Perlambang air mata dari penyesalan Putri yang sayangnya datang terlambat!


sumber

0 komentar:

Follow Me

Blog Archive

Online

Directory

The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di Dadaku Text Back Links Exchange Free Automatic Link Free Automatic Backlink http://Link-exchange.comxa.com Powered by Mysiterank

  © Web Design By Septiyans   © Blogger template Writer's Blog by Ourblogtemplates.com 2008   ©The Javanese   ©Doea Enam

Back to TOP